Konferensi Meja Bundar, Strategi Kembalinya NKRI
Perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan tidak
mudah. Bayangkan saja, setelah Ir Soekarno dan Mohammad Hatta
memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Belanda tidak begitu
saja mengakui kemerdekaan bangsa Indonesia.
Terbukti dengan adanya Agresi Militer Belanda I dan Agresi Militer
Belanda II. Untuk mengakhiri konflik terbuka, terjadilah perjanjian
Roem-van Roijen yang bertujuan menyelesaikan perselisihan melalui
perundingan. Kemudian disepakati diselenggarakannya konferensi di Den
Haag, Belanda, tanggal 23 Agustus hingga 2 November 1949, yang dikenal
dengan nama Konferensi Meja Bundar (KMB).
Konferensi
ini melibatkan lima negara, yaitu Indonesia, Belanda, Belgia, Australia
dan Amerika Serikat. Indonesia menunjuk Australia sebagai pendamping,
Belanda menunjuk Belgia, sedangkan Australia dan Belgia menunjuk Amerika
Serikat sebagai penengah.
Hasil perundingan, Belanda mengakui Negara Indonesia Serikat (RIS)
sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Pengakuan kedaulatan
dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949, Masalah Irian
Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah
pengakuan kedaulatan RIS, antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan
hubungan Uni Indonesia-Belanda yang dikepalai Raja Belanda.
Kemudian, kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan
catatan beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS, Tentara Kerajaan
Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang Tentara Kerajaan Hindia
Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa paraanggotanya yang
diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.
Meski terlihat berat untuk diterima, namun kesepakatan ini merupakan
strategi para bapak bangsa untuk memperoleh kedaulatan Republik
Indonesia (RI), seperti yang dicita-citakan saat Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945.
Berdasarkan hasil kesepatan tersebut, Dewan Pemilihan Presiden RIS
dibentuk, tepatnya tanggal 15 Desember 1949. Dewan ini diketuai oleh
Mohammad Roem. Pada tanggal 16 Desember dewan ini memilih calon tunggal
Ir. Soekarno sebagai Presiden RIS. Pelantikan dilaksanakan di Siti
Hinggil, Kraton Kesultanan Yogyakarta pada 17 Desember 1949.
Selanjutnya, Presiden Soekarno secara resmi menunjuk Drs Mohammad Hatta
sebagai formatur kabinet. Pada tanggal 20 Desember Kabinet RIS yang
dipimpin oleh Perdana Menteri Mohammad Hatta dilantik.
Karena Presiden RI, Soekarno dan Wakil Presiden, Mohammad Hatta
menduduki jabatan barunya dalam RIS, maka untuk melaksanakan fungsinya
di Negara Kesatuan Republik Indonesia, ditunjuk Mr. Assaat sebagai
pejabat sementara Presiden RI yang berkedudukan di Yogyakarta. Republik
Indonesia dalam status sebagai negara bagian RIS dikenal juga sebagai RI
Yogyakarta dengan dr. Abdul Halim sebagai Perdana Menteri.
Kemudian pada tanggal 8 Maret 1950, Pemerintah RIS menerbitkan UU
Darurat Nomor 11 Tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan
Kenegaraan RIS. Berdasarkan Undang-undang ini, beberapa negara bagian
menggabungkan diri dengan Republik Indonesia di Yogyakarta. Akibatnya,
pada tanggal 5 April 1950, RIS hanya memiliki tiga negara bagian, yai
RI, Negara Sumatera Timur, dan Negara Indonesia Timur.
Dalam rapat parlemen dan senat RIS pada tanggal 15 Agustus 1950,
Presiden RIS Soekarno membacakan piagam terbentuknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Pada hari itu juga, Presiden soekarno
menerima kembali jabatan sebagai Presiden RI dari Mr. Asaat. Dengan
demikian berakhirlah Negara Indonesia Serikat.
Dari berbagai sumber.
Jumat, 04 April 2014
Konferensi Meja Bundar, Strategi Kembalinya NKRI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar