Subscribe For Free Updates!

We'll not spam mate! We promise.

Jumat, 04 April 2014

Sejarah Perjuangan, 'Kobarkan Semangat Pertempuran'

Bagi bangsa Indonesia, khususnya TNI Angkatan Laut (TNI AL), tanggal 15 Januari memiliki arti penting dalam perjalanan sejarah perjuangan bangsa.

Ya, 15 Januari 1962 lalu, beberapa prajurit terbaik Angkatan Laut gugur dalam pertempuran di Laut Aru, demi menegakkan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), merebut kembali Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi. Peristiwa ini, sekarang dikenang dengan peringatan 'Hari Darma Samudra'.

Mengenang 'Hari Darma Samudra' tak akan lepas dari nama Komodor Yos Sudarso dengan perintah patriotiknya.“Kobarkan Semangat Pertempuran."

Perintah itu dikumandangkan Komodor Yos Sudarso, sesaat sebelum Motor Torpedo Boats (MTB)  KRI Macan Tutul yang ditumpanginya hancur ditembak armada perang Angkatan Laut Belanda.

Kala itu, sebagai bentuk manifestasi dari tiga Komando Rakyat (Trikora) yang dicetuskan oleh Presiden Sukarno pada tanggal 19 Desember 1961, yang berisi :
1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan kolonial Belanda.
2. Kibarkan Sang Saka Merah Putih di seluruh Irian Barat
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum, mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air bangsa.Strategi operasi militer ini terbagi dalam tiga fase : Fase Infiltrasi (penyusupan), Fase Eksploitasi (serangan massif terhadap pusat kekuatan lawan) dan Fase Konsolidasi (penguasaan secara mutlak Irian Barat).

Komando Angkatan laut mendapat perintah membawa pleton tugas yang telah dilatih TNI Angkatan Darat (TNI AD) ke Irian Barat.

Saat itu komandan eskader adalah direktur operasi MBAL Kolonel Laut Sudomo, namun Komodor Yos Sudarso, sebagai pejabat Deputi I Operasi KSAL, yang nota bene pangkatnya lebih tinggi dari Sudomo, memaksakan diri untuk ikut serta dalam operasi ini.

Menggunakan empat kapal MTB, armada ini pun berangkat dari Pelabuhan Tanjung Priok, membawa pasukan dan perahu karet yang akan didaratkan di pantai Irian Barat.

Misi ini merupakan misi rahasia, saking rahasianya pengisian bahan bakar serta logistik tambahan untuk menempuh perjalanan dari Tanjung Priok ke Irian Barat harus dilakukan di tengah malam, tanpa boleh berlabuh di semua pelabuhan yang dilewati.

Tugas rahasia yang dilakukan empat KRI ini juga terbilang sangat berani dan penuh risiko. Bayangkan, dengan perlengkapan persenjataan sangat minim, tanpa terpedo, mereka harus melewati brikade armada Angkatan Laut Belanda yang lebih canggih.

Namun, dengan semangat patriotisme mereka tak gentar menjalani misi ini. Di tengah perjalanan KRI Singa kehabisan bahan bakar sehingga hanya tersisa tiga MTB yang harus melanjutkan misi tersebut.

Ketiga MTB yaitu KRI Harimau, KRI Macan Tutul, dan KRI Macan Kumbang,  dalam operasi ini tidak diperkenankan menggunakan radio komunikasi untuk berkomunikasi selain dengan sesama MTB peserta operasi (radio silent).

Menjelang pukul 21.00, Kolonel Mursyid yang berada di KRI Harimau bersama  Kol. Soedomo dan Kapten Tondomulyo sebagai kapten kapal, melihat radar blips pada lintasan depan yang akan dilewati iringan tiga kapal itu.

Dua di sebelah kanan dan satu di kiri. Dua kapal jenis fregat , Hr Ms Evertsen dan Hr Ms Kortenaer berada di kanan, satunya lagi adalah kapal Induk Karl Doorman. Dalam senyap, ketiga KRI ini terus melaju dengan formasi KRI Harimau di depan, diikuti KRI Macan Tutul, dan di belakang KRI Macan Kumbang.

Tiba-tiba terdengar dengung pesawat Neptune Belanda mendekat, lalu menjatuhkan flare (merah menyala terang) yang tergantung pada parasut. Keadaan menjadi terang-benderang, dalam waktu cukup lama.

Kapal Belanda melepaskan tembakan peringatan yang jatuh di samping KRI Harimau. Kol. Soedomo memerintahkan untuk balas menembak.Lalu KRI Macan Tutul menembakan tembakan balasan namun tidak mengenai sasaran.

Berbekal titik api dari moncong tembakan itulah mungkin, Belanda berhasil menargetkan sasaran tepat ke lambung kapal dan ruang kendali KRI Macan Tutul. Akibatnya, beberapa anggota terluka termasuk kapten kapal Wiratno.Dalam keadaan darurat, Komando KRI Macan Tutul kemudian diambilalih Komodor Yos Sudarso.

Keadaan semakin genting. Lalu Kol Soedomo menyadari pertempuran tak seimbang, dan memerintahkan ketiga kapal untuk berputar haluan 239 derajat. Dua KRI berhasil berbalik arah, namun KRI Macan Tutul malah lurus mendekati kapal Belanda.

Ada yang menyebut langkah ini dilakukan Komodor Yos Sudarso untuk melindungi KRI Harimau dan KRI Macan Kumbang yang berbalik arah, dan kapal Belanda fokus terhadap KRI Macan Tutul.

Karena berusaha mendekati kapal musuh,dan pihak belanda menyangka KRI Macan Tutul membawa torpedo bersiap untuk melakukan torpedo run (serangan torpedo), KRI Macan Tutul pun menjadi sasaran tembak kapal Belanda, hingga akhirnya tenggelam di Laut Aru.

Secara militer, mungkin operasi ini tidak menghasilkan kemenangan secara taktis. tetapi secara strategis, operasi ini membuahkan hasil untuk Indonesia. Amerika mendesak dan bahkan mengembargo Belanda agar terjadi perundingan antara Indonesia dan Belanda, hingga akhirnya Irian Barat pun kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. (Berbagai Sumber)

Please Give Us Your 1 Minute In Sharing This Post!
SOCIALIZE IT →
FOLLOW US →
SHARE IT →
Powered By: BloggerYard.Com

0 komentar:

Posting Komentar